PPK Proyek Dermaga Gili Air Divonis 3,5 Tahun Penjara
MATARAM-Majelis
hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Mataram menjatuhkan hukuman 3,5 tahun
penjara terhadap pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek pembangunan dermaga Gili
Air Azwar Azizi. ”Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama tiga tahun enam
bulan penjara,” kata Ketua Majelis Hakim Isrin membacakan putusan, Kamis
(23/6).
Terdakwa Azwar Azizi tidak dibebankan
membayar uang pengganti kerugian negara. Karena tidak menikmati atau menerima
fee proyek. Dia hanya dibebankan membayar denda Rp 50 juta. ”Apabila
denda tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan,”
kata Isrin.
Dalam pertimbangan majelis hakim
disebutkan terdakwa melanggar pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Berdasarkan fakta persidangan, PPK turut menyetujui pencairan
anggaran meskipun proyek tidak sesuai dengan progres. ”Itu memunculkan
kelebihan pembayaran,” kata hakim.
Hasil perhitungan auditor, kerugian negara
yang timbul dari proyek tersebut Rp 782 juta dari total anggaran pekerjaan Rp
6,28 miliar.
Terdakwa Azwar dinilai lalai menjalankan
tugas. Dia membubuhkan tanda tangan dalam pencairan anggaran tanpa melihat
hasil pekerjaan. Padahal pekerjaan proyek tersebut tidak sesuai dengan progres
pekerjaan di lapangan. ”Persetujuan yang dibubuhkan dengan tanda tangan menjadi
dasar terbitnya seluruh anggaran meskipun progres pekerjaan tidak sesuai,”
bebernya.
Vonis terhadap terdakwa Azwar lebih rendah
dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya JPU menuntut Azwar dihukum
empat tahun penjara serta denda Rp 50 juta subsider empat bulan kurungan.
Meski lebih rendah dari tuntutan, JPU Hasan
Basri belum menentukan sikap. ”Kami pikir-pikir dulu,” katanya singkat.
Sementara itu, penasihat hukum Azwar Azizi,
Hartono mengatakan pihaknya belum menentukan sikap terhadap putusan tersebut.
Apakah akan melayangkan banding atau menerima. ”Saya bicarakan dulu dengan
klien,” katanya.
Menurutnya putusan tersebut terlalu berat
bagi kliennya. Kliennya hanya menjalankan tugas sesuai dengan laporan
pekerjaan. ”Tidak menikmati dan merasakan kerugian negara malah dihukum lebih
berat,” kata dia. (*)
Komentar